Minggu, 20 Mei 2012

MAKALAH SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak pada makin meningkatnya pengetahuan serta kemampuan manusia. Betapa tidak setiap manusia lebih dituntut dam diarahkan kearah lmu pengetahuan di segala bidang. Tidak ketinggalan pula ilmu kimia yang identik dengan ilmu mikropun tidak luput dari sorotan perkembangan iptek. Belakangan ini telah lahir ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempermudah dalam analisis kimia. Salah satu dari bentuk kemajuan ini adalah alat yang disebut dengan Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Para ahli kimia sudah lama menggunakan warna sebagai suatu pembantu dalam mengidentifikasi zat kimia. Dimana, serapan atom telah dikenal bertahun-tahun yang lalu. Dewasa ini penggunaan istilah spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya penyerapan energy cahaya oleh suatu sistem kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang tertentu. Perpanjangan spektrofotometri serapan atom ke unsur-unsur lain semula merupakan akibatperkembangan spektroskopi pancaran nyala. Bila disinari dengan benar, kadang-kadang dapat terlihat tetes-tetes sampel yang belum menguap dari puncak nyala, dan gas-gas itu terencerkan oleh udara yang menyerobot masuk sebagai akibat tekanan rendah yang diciptakan oleh kecepatan tinggi, lagi pula sistem optis itu tidak memeriksa seluruh nyala, melainkan hanya mengurusi suatu daerah dengan jarak tertentu di atas titik puncak pembakar.
Selain dengan metode serapan atom unsur-unsur dengan energy eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, tetapi untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi tinggi hanya dapat dilakukan dengan spektrometri serapan atom. Untuk analisis dengan garis spectrum resonansi antara 400-800 nm, fotometri nyala sangat berguna, sedangkan antara 200-300 nm, metode AAS lebih baik dari fotometri nyala. Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
-          Bagaimanakah teori dasar serta prinsip kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA)?
-          Bagaimanakah penggunaan / penerapan Spektrometri Serapan Atom (SSA) dalam proses analisis kimia?
-          Apa sajakah gangguan-gangguan yang biasa terjadi pada Spektrometri Serapan Atom (SSA)
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini selain memenuhi tugas dari Dosen Mata Kuliah, juga bertujuan untuk memberi masukan ilmu pengetahuan bagi semua khalayak pada umumnya dan khususnya bagi penulis pribadi sehingga kedepannya dapat lebih mengetahui bagaimana metode maupun prinsip kerja dari Spektrometri Serapan Atom (SSA).

BAB II
ISI
2.1 Pengertian Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Sejarah singkat tentang serapan atom pertama kali diamati oleh Frounhofer, yang pada saat itu menelaah garis-garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1995. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode spektrografik. Beberapa cara ini dianggap sulit dan memakan banyak waktu, kemudian kedua metode tersebut segera diagantikan dengan Spektrometri Serapan Atom (SSA).
Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skooget al., 2000). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi konvensional. Memang selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, akan tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 200-300 nm (Skoog et al., 2000).Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan Natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada gelombang ini mempunyai cukup energiuntukmengubah tingkat energy elektronik suatu atom. Dengan absorpsi energy, berarti memperoleh lebih banyak energy, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan noor atom 11 mempunyai konfigurasi electron 1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk electron valensi 3s, artinya tidak memiliki kelebihan energy. Elektronini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energy 2,2 eV ataupun ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum, yangdikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi.
Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:
Dimana:           lo = intensitas sumber sinar
lt = intensitas sinar yang diteruskan
= absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = absorbans
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).
2.2 Prinsip Kerja Spektrometri Serapan Atom (SSA)
Telah dijelaskansebelumnya bahwa metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan.
Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom (SSA). Perbedaan analisis Spektrometri Serapan Atom (SSA) dengan spektrofotometri molekul adalah peralatan dan bentuk spectrum absorpsinya:
Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu:
-          Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala)
-          Sumber radiasi
-          Sistem pengukur fotometri

Sistem Atomisasi dengan nyala
Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi sampeldan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrument sumber atomisasi ini adalah nyata dan sampel diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray).
Ada banyak variasi nyala yang telah dipakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian yang saat ini menonjol dan diapakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara asetilen dan nitrous oksida-asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit (unsur yang dianalisis) dapat sintetikan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.
Nyala udara asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS. Temperature nyalanya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.
Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan temperature nyala yang dihasilkan relatif tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, Ti, V dan W.
Sistem Atomisasi tanpa Nyala (dengan Elektrotermal/tungku)
Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel.
Ada tiga tahap atomisasi dengan metodeiniyaitu:
-          Tahap pengeringan atau penguapan larutan
-          Tahap pengabutan atau penghilangan senyawa-senyawa organic
-          Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan GFAAS tungsten: Hf, Nd, Ho, La, Lu Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr. Hal ini disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit.
Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
-          Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat
-          Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarutsampel, biasanya setelah sampel ditempatkan dalam tungku.
-          Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interfensi dapat terjadi pada sampel dan standar.
-          Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energy panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ionisasi ini dapat terjadi apabila temperatur terlampau tinggi. Bahan bakar dan oksidator dimasukkan dalam kamar pencamput kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar. Hanya tetesan kecil dapat melalui baffle. Tetapi kondisi ini jarang ditemukan, karena terkadang nyala tersedot balik ke dalam kamar pencampur sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu biasanya lebih disukai pembakar dengan lubang yang sempit dan aliran gas pembakar serta oksidator dikendalikan dengan seksama.
-          Dengan gas asetilen dan oksidator udara bertekanan, temperature maksimum yang dapat tercapai adalah 1200oC. untuk temperatur tinggi biasanya digunakan N:O: = 2:1 karena banyaknya interfensi dan efek nyala yang tersedot balik, nyala mulai kurang digunakan, sebagai gantinya digunakan proses atomisasi tanpa nyala, misalnya suatu perangkat pemanas listrik. Sampel sebanyak 1-2 ml diletakkan pada batang grafit yang porosnya horizontal atau pada logam tantalum yang berbentuk pipa. Pada tungku grafit temperatur dapat dikendalikan secara elektris. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasi senyawa yang dianalisis.
Metode tanpa nyala lebih disukai dari metode nyala. Bila ditinjau dari sumber radiasi, metode tanpa nyala haruslah berasal dari sumber yang kontinu. Disamping itu sistem dengan penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar dengan garis absorpsi  yang semonokromatis mungkin. Seperangkat sumber yang dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsur spesifik tertentu dikenal sebagai lampu pijar Hollow cathode. Lampu ini memiliki dua elektroda, satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang dianalisis. Lampuini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah, dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikkan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu.
2.3 Instrumen dan Alat
Untuk menganalisis sampel, sampel tersebut harus diatomisasi. Sampel kemudian harus diterangi oleh cahaya. Cahaya yang ditransmisikan kemudian diukur oleh detector tertentu.
Sebuah sampel cairan biasanya berubah menjadi gas atom melalui tiga langkah:
-          Desolvation (pengeringan) – larutan pelarut menguap, dan sampel kering tetap
-          Penguapan – sampel padat berubah menjadi gas
-          Atomisasi – senyawa berbentuk gas berubah menjadi atom bebas.
Sumber radiasi yang dipilih memiliki lebar spectrum sempit dibandingkan dengan transisi atom.Lampu katoda Hollow adalah sumber radiasi yang paling umum dalam spekstroskopi serapan atom. Lampu katoda hollow berisi gas argon atau neon, silinder katoda logam mengandung logam untuk mengeksitasi sampel. Ketika tegangan yang diberikan pada lampu meningkat, maka ion gas mendapatkan energy yang cukup untuk mengeluarkan atom logam dari katoda. Atom yang  tereksitasi akan kembali ke keadaan dasar dan mengemisikan cahaya sesuai dengan frekuensi karakteristik logam.
2.4Bagian-Bagian pada AAS
  1. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam                                                               sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.
Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka lampu dilepas dari soket pada main unit AAS, dan lampu diletakkan pada tempat busanya di dalam kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah selesai penggunaan, lamanya waktu pemakaian dicatat.

  1. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.
Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit air, untuk pengecekkan. Bila terdengar suara atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang keluar. Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan sedikit air sabun pada bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang terbentuk. Bila ada, maka tabung gas tersebut positif bocor. Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena minyak akan dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat keluar karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang dapat membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.
  1. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Cara pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting secara horizontal, agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau binatang lainnya yang dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada serangga atau binatang lainnya yang masuk ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan ducting tersumbat.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring, karena bila lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui cerobong asap yang terhubung dengan ducting
  1. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan merupakantombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS.
Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup. Uap air yang dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar menjadi basah, oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah dan uap air akan terserap ke lap.
  1. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
Perawatan burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang aspirator dimasukkan ke dalam botol yang berisi aquabides selama ±15 menit, hal ini merupakan proses pencucian pada aspirator dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator digunakan untuk menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan diuji. Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan burner. Sedangkan selang yang kiri, merupakan selang untuk mengalirkan gas asetilen. Logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi.
Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas.
  1. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.

  1. Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak spectrum yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode atau untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran.
Macam-macam monokromator yaitu prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa untuk daerah UV, rock salt (kristal garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.
  1. Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas. Detector panas biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah termasuk thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi energy listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detector dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa printer dan pengamat angka. Ada dua macam deterktor sebagai berikut:
-          Detector Cahaya atau Detector Foton
Detector foton bekerja berdasarkan efek fotolistrik, dalam halini setiap foton akan membebaskan elektron (satu foton satu electron) dari bahan yang sensitif terhadap cahaya. Bahan foton dapat berupa Si/Ga, Ga/As, Cs/Na.
-          Detector Infra Merah dan Detector Panas
Detector infra merah yang lazim adalah termokopel. Efek termolistrik akan timbul jika dua logam yang memiliki temperatur berbeda disambung jadi satu.
2.5 Cara kerja spektrofotometer serapan atom
  1. Pertama-tama gas di buka terlebih dahulu, kemudian kompresor, lalu ducting, main unit, dan komputer  secara berurutan.
  2. Di buka program SAA (Spectrum Analyse Specialist), kemudian muncul perintah ”apakah ingin mengganti lampu katoda, jika ingin mengganti klik Yes dan jika tidak No.
  3. Dipilih yes untuk masuk ke menu individual command, dimasukkan nomor lampu katoda yang  dipasang ke dalam kotak dialog, kemudian diklik setup, kemudian soket lampu katoda akan berputar menuju posisi paling atas supaya lampu katoda yang baru dapat diganti atau ditambahkan dengan mudah.
  4. Dipilih No jika tidak ingin mengganti lampu katoda yang baru.
  5. Pada program SAS 3.0, dipilih menu select element and working mode.Dipilih unsur yang akan dianalisis dengan mengklik langsung pada symbol unsur yang diinginkan
  6. Jika telah selesai klik ok, kemudian muncul tampilan condition settings. Diatur parameter yang  dianalisis dengan mensetting fuel flow :1,2 ; measurement; concentration ; number of sample: 2 ; unit concentration : ppm ; number of standard : 3 ; standard list : 1 ppm, 3 ppm, 9 ppm.
  7. Diklik ok and setup, ditunggu hingga selesai warming up.
  8. Diklik icon bergambar burner/ pembakar, setelah pembakar dan lampu menyala alat siap digunakan untuk mengukur logam.
  9. Pada menu measurements pilih measure sample.
  10. Dimasukkan blanko, didiamkan hingga garis lurus terbentuk, kemudian dipindahkan ke standar 1 ppm hingga data keluar.
  11. Dimasukkan blanko untuk meluruskan kurva, diukur dengan tahapan yang sama untuk standar 3 ppm dan 9 ppm.
  12. Jika data kurang baik akan ada perintah untuk pengukuran ulang, dilakukan pengukuran blanko, hingga kurva yang dihasilkan turun dan lurus.
  13. Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru dilakukan pengukuran.
  14. Dimasukkan blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel ke 2.
  15. Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan mengklikicon print atau pada baris menu dengan mengklik file lalu print.
  16. Apabila pengukuran telah selesai, aspirasikan air deionisasi untuk membilas burner selama 10 menit, api dan lampu burner dimatikan, program pada komputer dimatikan, lalu main unit AAS, kemudian kompresor, setelah itu ducting dan terakhir gas.
2.6Metode Analisis
Adatiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri. Ketiga teknik tersebut adalah:
  1. Metode Standar Tunggal
Metode ini sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur dengan spektrometri. Dari hukum Beer diperoleh:
Sehingga,
Astd/Cstd = Csmp/Asmp -> Csmp = (Asmp/Astd) x Cstd
Dengan mengukur absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan sampel dapat dihitung.
  1. Metode kurva kalibrasi
Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi(C) dengan absorbansi (A) yang merupakan garis lurus yang melewati titik nol dengan slobe =  atau = a.b. konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linewar pada kurvakalibrasi.

  1. Metode adisi standar
Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudiaan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah larutan standar tertentu dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut:
Ax = k.Ck                         AT = k(Cs+Cx)
Dimana,
Cx             = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)
AT = absorbansi zat sampel + zat standar
Jika kedua rumus digabung maka akan diperoleh Cx = Cs + {Ax/(AT-Ax)}
Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrometri. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat grafik antara AT lawan Cs garis lurus yang diperoleh dari ekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:
Cx = Cs x {Ax/(0-Ax)} ; Cx = Cs x (Ax/-Ax)
Cx = Cs x (-1) atau Cx = -Cs
Salah satu penggunaan dari alat spektrofotometri serapan atom adalah untuk metode pengambilan sampel dan analisis kandungan logam Pb di udara. Secara umum pertikulat yang terdapat diudara adalah sebuah sistem fase multi kompleks padatan dan partikel-partikel cair dengan tekanan uap rendah dengan ukuran partikel antara 0,01 – 100 μm.

2.7 Keuntungan danKelemahan Metode AAS
Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %).
Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.
2.8Gangguan-gangguan dalam metode AAS
  1. Ganguan kimia
Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi kimia dengan anion atau kation tertentu dengan senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua analiti dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat kimia lain yang dapatmelepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan analit. Zat kimia lai yang ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).
  1. Gangguang Matrik
Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala untuk larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini dalam analisis kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk mengatasi gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis penambahan standar (Standar Adisi).
  1. Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu melepaskan electron dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini mengurangi jumlah atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang mudah diionkan atau atom yang lebih elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na. penambahan ini dapat mencapai 100-2000 ppm.
  1. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)
Absorbsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi molecular, dan penghamburan cahaya.
2.9Analisis Kuantitatif
  1. Penyiapan sampel
Penyiapan sampel sebelum pengukuran tergantung dari jenis unsur yang ditetapkan, jenis substratdarisampeldancaraatomisasi.
Padakebanyakansampelhalinibiasanyatidakdilakukan, bilaatomisasidilakukanmenggunakanbatanggrafiksecaraelektrotermalkarenapembawa (matriks) darisampeldihilangkanmelalui proses pengarangan (ashing) sebelumatomisasi.Padaatomisasidengannyala, kebanyakansampelcairdapatdisemprotkanlangsungkedalamnyalastelahdiencerkandenganpelarut yang cocok.Sampelpadatbaiasanyadilarutkandalamasamtetaouadakalanyadidahuluidenganpeleburan alkali.
  1. Analisakuantitatif
Padaanalisiskuantitatifinikitaharusmengetahuibeberapahal yang perludiperhatikansebelummenganalisa.Selainitukitaharusmengetahuikelebihandankekuranganpada AAS.
Beberapahal yang perludiperhatikansebelummenganalisa:
-          Larutansampeldiusahakanseencermungkin (konsentrasi ppm atau ppb).
-          Kadar unsur yang dianalisistidaklebihdari 5% dalampelarut yang sesuai.
-          Hindaripemakaianpelarut aromatic atauhalogenida. Pelarut organic yang umumdigunakanadalahketon, ester danetilasetat.
-          Pelarut yang digunakanadalahpelarutuntukanalisis (p.a)
Langkahanalisiskuantitatif:
-          PembuatanLarutanStokdanLarutanStandar
-          PembuatanKurva Baku
Persamaangarislurus : Y = a + bxdimana:
a = intersep
b = slope
x = konsentrasi
Y = absorbansi
Penentuankadarsampeldapatdilakukandenganmemplotkan data absorbansiterhadapkonsentrasiataudengancaramensubstitusikanabsorbansikedalampersamaangarislurus.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasantersubutmakadapatdiatarikkesimpulanbahwaSpektromertiSerapan Atom didasarkanpadabesarnyaenergu yang diserapoleh atom-atom netraldalamkeadaan gas
Agar intensitasawalsinar (Po) dansinar yang diteruskan (P)dapatdiukur, maka energy sinarpengeksitasiharussesuaidengan energy eksitasi atom penyerapdan energy penyerapinidiperolehmelaluisinarlampukatodaberongga.
Lampukatodaberonggaada yang bersifat single element da nada yang bersifat multi element.
Salah satualat yang sangatberperanpentingdalam AAS adalah Copper yang berfungsiuntukmembuatsinar yang datangdarisumbersinarberselang-selingsehinggasinar yang dipancarkanjugaakanberselang-seling.
AAS memilikikeakuratan yang tinggipadaanalisiskualitatif
Beberapajenisgangguandengancara AAS padaanalisiskuantitatif
Gangguankimia
Gangguanmatrik
Gangguanionisasidan
Gangguan background

DAFTAR PUSTAKA
SumarHendayana, dkk, 1994, Kimia AnalitikInstrumen, IKIP Semarang.

Jumat, 18 Mei 2012

MAKALAH DESTILASI SEDERHANA


DESTILASI
MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH ANALISA OBAT TRADISIONAL
DOSEN PENGAMPU : Nofita, S.Farm., APT






Disusun oleh :
AHMAD YUSUF
ARI APRILIANTO
ARNO SATRIANDARA
DONI
FADIL ROHMANSYAH
JOSI RAMADAN
PUTUT TRIANTO

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2011/2012
KATA PENGANTAR


          Assalamu’alaikum wr wb,

            Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan anugerah dan kemudahan penulis utuk menyelesaikan makalah ini dengan maksimal. Makalah ini berjudul Destilasi yang merupakan tugas mata kuliah Analisa Obat Tradisional. Makalah ini berisikan tentang prinsip dasar destilasi sederhana, aplikasi dan pembahasan dari diskusi yang telah dilaksanakan .
            Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih terdapat kesalahan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima demi penyempurnaannya. Semoga makalah ini dapat  bermanfaat dan diaplikasikan bagi penulis secara khusus dan pembaca secara umum.

Assalamu’alaikum wr wb.




                                                                                                Bandar Lampung, 04 April 2012
                                                                                                                         
                                                                                                                           Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………….................. 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………            4
  1. SEJARAH DESTILASI………………………………….…………………           4
  2. DEFINISI DESTILASI…………………………………………….……….           4
  3. PEMBAGIAN DESTILASI………………………………………………..            5
  4. APLIKASI DESTILASI………………………………………………….. 6

BAB II PMBAHASAN............................................................................................            7

BAB III PENUTUP
  1. KESIMPULAN……………………………………………………………. 10
  2. SARAN……………………………………………………………………..11

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………12














BAB I
PENDAHULUAN

A.    Sejarah
Distilasi pertama kali ditemukan oleh kimiawan Yunani sekitar abad pertama masehi yang akhirnya perkembangannya dipicu terutama oleh tingginya permintaan akan spritus. Hypathia dari Alexandria dipercaya telah menemukan rangkaian alat untuk distilasi dan Zosimus dari Alexandria-lah yang telah berhasil menggambarkan secara akurat tentang proses distilasi pada sekitar abad ke-4 Bentuk modern distilasi pertama kali ditemukan oleh ahli-ahli kimia Islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi pada pemisahan alkohol menjadi senyawa yang relatif murni melalui alat alembik, bahkan desain ini menjadi semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan distilasi skala mikro, The Hickman Stillhead dapat terwujud. Tulisan oleh Jabir Ibnu Hayyan (721-815) yang lebih dikenal dengan Ibnu Jabir menyebutkan tentang uap anggur yang dapat terbakar, ia juga telah menemukan banyak peralatan dan proses kimia yang bahkan masih banyak dipakai sampai saat kini. Kemudian teknik penyulingan diuraikan dengan jelas oleh Al-Kindi (801-873).

B.     Definisi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.

C.     Pembagian Destilasi
1.      Distilasi berdasarkan prosesnya terbagi menjadi dua, yaitu :
a.       Distilasi kontinyu
b.      Distilasi batch
2.      Berdasarkan basis tekanan operasinya terbagi menjadi tiga, yaitu :
a.       Distilasi atmosferis
b.   Distilasi vakum
c.    Distilasi tekanan

3.      Berdasarkan komponen penyusunnya terbagi menjadi dua, yaitu :
a.       Destilasi system biner
b.      Destilasi system multi komponen

4.      Berdasarkan system operasinya terbagi menjadi dua, yaitu :
a.       Single-stage Distillation
b.      Multi stage Distillation
Selain pembagian macam destilasi, dalam referensi lain menyebutkan macam – macam destilasi, yaitu :
1.      Destilasi sederhana
2.      Destilasi bertingkat ( fraksional )
3.      Destilasi azeotrop
4.      Destilasi vakum
5.      Refluks / destruksi
6.      Destilasi kering

D.    Aplikasi
Salah satu penerapan terpenting dari metode distilasi adalah pemisahan minyak mentah menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk transportasi, pembangkit listrik, pemanas, dll. Udara didistilasi menjadi komponen-komponen seperti oksigen untuk penggunaan medis dan helium untuk pengisi balon. Distilasi juga telah digunakan sejak lama untuk pemekatan alkohol dengan penerapan panas terhadap larutan hasil fermentasi untuk menghasilkan minuman suling.






















BAB II
PEMBAHASAN
          Pembagian destilasi telah dibahas secara ringkas pada bab sebelumnya. Namun dalam makalah ini akan dibahas lebih spesifik mengenai Destilasi Sederhana. Destilasi sederhana atau destilasi biasa adalah teknik pemisahan kimia untuk memisahkan dua atau lebih komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang jauh. Suatu campuran dapat dipisahkan dengan destilasi biasa ini untuk memperoleh senyawa murninya. Senyawa – senyawa yang terdapat dalam campuran akan menguap pada saat mencapai titik didih masing – masing.
Gambar 1. Alat Destilasi Sederhana
            Gambar di atas merupakan alat destilasi atau yang disebut destilator. Yang terdiri dari thermometer, labu didih, steel head, pemanas, kondensor, dan labu penampung destilat. Thermometer Biasanya digunakan untuk mengukur suhu uap zat cair yang didestilasi selama proses destilasi berlangsung. Seringnya thermometer yang digunakan harus memenuhi syarat:
a. Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan didestilasi.
b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar dengan pipa penyalur uap ke kondensor. Labu didih berfungsi sebagai tempat suatu campuran zat cair yang akan didestilasi .                      
Steel head berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat pendingin ( kondensor ) dan biasanya labu destilasi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head. Kondensor memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar yang berfungsi untuk aliran uap hasil reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang digunakan biasanya adalah air yang dialirkan dari dasar pipa, tujuannya adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama mengalami kontak dengan air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang diperoleh lebih sempurna. Penampung destilat bisa berupa erlenmeyer, labu, ataupun tabung reaksi tergantung pemakaiannya. Pemanasnya juga dapat menggunakan penangas, ataupun mantel listrik yang biasanya sudah terpasang pada destilator.
              Pemisahan senyawa dengan destilasi bergantung pada perbedaan tekanan uap senyawa dalam campuran. Tekanan uap campuran diukur sebagai kecenderungan molekul dalam permukaan cairan untuk berubah menjadi uap. Jika suhu dinaikkan, tekanan uap cairan akan naik sampai tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer. Pada keadaan itu cairan akan mendidih. Suhu pada saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer disebut titik didih. Cairan yang mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi pada suhu kamar akan mempnyai titik didih lebih rendah daripada cairan yang tekanan uapnya rendah pada suhu kamar.
            Jika campuran berair didihkan, komposisi uap  di atas cairan tidak sama dengan komposisi pada cairan. Uap akan kaya dengan senyawa yang lebih volatile atau komponen dengan titik didih lebih rendah. Jika uap di atas cairan terkumpul dan dinginkan, uap akan terembunkan dan komposisinya sama dengan komposisi senyawa yang terdapat pada uap yaitu dengan senyawa yang mempunyai titik didih lebih rendah. Jika suhu relative tetap, maka destilat yang terkumpul akan mengandung senyawa murni dari salah satu komponen dalam campuran.
            Dalam diskusi yang lalu disinggung mengenai bagaimana aplikasi dari destilasi sederhana ini. pada bab sebelumnya dibahas bahwa aplikasi destilasi secara umum yaitu pada pengolahan minyak mentah, namun itu dengan destilasi vakum atau fraksional. Destilasi sederhana digunakan untuk pemurnian senyawa yang biasanya telah diekstraksi. Misalnya ekstraksi padat-cair dan.pada sintesis kloroform. Pada dasarnya prinsip atau metode pemisahannya sama. Sintesis koroform tanpa ekstraksi, dengan mereaksikan kaporit dan aseton yang akan menghasilkan kloroform.
            Mula – mula  kaporit dihaluskan menggunakan lumpang porselen dengan penambahan akuades sedikit demi sedikit. Hal ini bertujuan untuk memperluas permukaan kaporit sehingga mudah bereaksi. Setelah halus kaporit dituangkan ke dalam labu destilasi. Kemudian dimasukkan aquades ke dalam penampung destilasi. Aquades berfungsi untuk mengurangi penguapan destilat. Selanjutnya aseton dituang ke dalam corong pisah dan diencerkan dengan aquades yang berfungsi sebagai media reaksi. Selanjutnya aseton diteteskan ke dalam labu destilasi yang berisi kaporit. Dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 60 ˚C. Campuran yang menguap mengandung kloroform dan air. Uap ini mengalir melewati tabung kondensor dan mengembun. Embun ini mencair dan mengalir ke dalam penampung destilat yang telah berisi aquades. Destilat didinginkan di dalam baskom berisi es untuk mengurangi penguapan klorofom. Klorofom yang masih mengandung air dipisahkan dengan penambahan NaOH dalam corong pisah sehingga terbentuk lapisan dimana klorofom lapisan bawah karena masa jenisnya lebih kecil. Kloroform selanjutnya diteteskan kedalam CaCl anhidrat untuk mengikat air pada kloroform dan disaring.
            Pada diskusi kemarin juga ditanyakan mengapa hasil klorofom yang diperoleh sangat sedikit. Alasan pertama,  pada dasarnya koloroform merupakan senyawa yang volatile dengan titik didih yang rendah yaitu 60 ˚C oleh karenanya pemanasan harus konstan dan dijaga. Bila melewati titik didihnya maka klorofom akan habis menguap dan terlarut ke dalam larutannya. Yang kedua adalah pada proses pemisahan pada corong pisah dimana klorofom belum semuanya turun ke bawah sehingga ketika dipisahkan pun hasilnya sedikit.
            Ditanyakan pula pada diskusi tersebut mengenai perubahan fase tampak. Maksud dari fase tampak ialah perubahan fase senyawa itu jelas. Yaitu kloroform atau senyawa lain yang kita inginkan dalam suatu campuran dalam fase cair  itu menguap sehingga senyawa tersebut dalam fase gas kemudian terkondensasi menjadi embun lalu menetes menjadi air ( fase cair kembali ).
           






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berbagai campuran dapat dimurnikan dengan destilasi sederhana. Distilasi sederhana merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pemurnian dan pemisahan suatu larutan yang berdasarkan pada perbedaan titik didih yang relative jauh. Aplikasinya seperti pada sintesis kloroform dan ekstraksi padat – cair yang pemurniannya menggunakan destilator. Selain itu salah satu penerapan terpenting dari metode distilasi adalah pemisahan minyak mentah menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk transportasi, pembangkit listrik, pemanas, dll. Destilator terdiri dari thermometer, labu didih, steel head, pemanas, kondensor, dan labu penampung destilat yang memiliki fungsi tertentu.
Pemisahan senyawa dengan destilasi bergantung pada perbedaan tekanan uap senyawa dalam campuran. Tekanan uap campuran diukur sebagai kecenderungan molekul dalam permukaan cairan untuk berubah menjadi uap. Jika suhu dinaikkan, tekanan uap cairan akan naik sampai tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer. Pada keadaan itu cairan akan mendidih. Suhu pada saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer disebut titik didih. Cairan yang mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi pada suhu kamar akan mempnyai titik didih lebih rendah daripada cairan yang tekanan uapnya rendah pada suhu kamar.
            Jika campuran berair didihkan, komposisi uap  di atas cairan tidak sama dengan komposisi pada cairan. Uap akan kaya dengan senyawa yang lebih volatile atau komponen dengan titik didih lebih rendah. Jika uap di atas cairan terkumpul dan dinginkan, uap akan terembunkan dan komposisinya sama dengan komposisi senyawa yang terdapat pada uap yaitu dengan senyawa yang mempunyai titik didih lebih rendah. Jika suhu relative tetap, maka destilat yang terkumpul akan mengandung senyawa murni dari salah satu komponen dalam campuran.

B.     Saran
Penulis berharap Titrasi Asam-Basa yang telah disajikan dalam bab pembahasan dapat dijadikan referensi ataupun tambahan wawasan bagi pembaca sehingga dapat membedakannya dan dapat menerapkanya secara tepat dengan tujuan memajukan pendidikan di Indonesia.

















DAFTAR PUSTAKA



http://gedehace.blogspot.com/2009/03/ kuliah/destilasi/distilasi-part-1.html
http:// www-chem-is-try:org/sect=belajar&ext=destilation07-03
Ristiyani, Janik. 2008 .Laporan praktikum Kimia Organik II . Sintesis Klorofom .
       Yogyakarta: Laboratorium UIN Sunan Kalijaga






MAKALAH TITRIMETRI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang reaksi redoks secara Titrimetri dengan pelarut air yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagi sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datng dari diri diri penyusun maupun yang dating dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “TITRIMETRI REAKSI OKSIDASI-REDUKSI” yang merupakn tugas dalam mata kuliah Analisa Obat dan Narkoba.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan keritiknya.
Terima kasih.




Penulis









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………….................. 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………            3
  1. LATAR BELAKANG MASALAH………………………………….…… 3
  2. RUMUSAN MASALAH…………………………………………….…….            3
  3. TUJUAN MAKALAH……………………………………………………..3

BAB II PMBAHASAN............................................................................................            4
  1. BEBERAPA PENGERTIAN DAN ISTILAH TITRASI REDOKS….……4
  2. PRINSIP TITRASI REDOKS…………………………………………….. 4
  3. METODE KERJA TITRASI REDOKS………………...…………….        5
  4. CONTOH PENETAPAN KADAR MENGGUNAKAN METODE 
TITRASI REDOKS………………………………….……………………..            5


BAB III PENUTUP
  1. KESIMPULAN……………………………………………………………. 9
  2. SARAN……………………………………………………………………..9

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………10














BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik maupun organic.

Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir titrasi.  Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indicator.

Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks, maka dikenal beberapa jenis titrimetri redoks sperti iodometri, iodimetri dan permanganometri

A.    Rumusan Masalah
Makalah ini disusun dengan rumusan makalah sebagai berikut :

1.      Apa yang dimaksud dengan Titrasi REDOKS dalam metode Titrimetri ?
2.      Apa prinsip atau teori dasar Titrasi REDOKS?
3.       Bagaimana cara kerja Titrasi REDOKS?
4.      Apa kelebihan dan kekurangan Titrasi REDOKS?

B.     Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :

1.      Untuk mempermudah proses belajar Analisa Obat dan Narkoba.
2.      Utuk mengetahui cara titrasi REDOKS  berdasarkan metode titrimetri.
3.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisa Obat dan Narkoba.










BAB II
PEMBAHASAN

  1. Titrasi Redoks

Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar  oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya, titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya diantaranya :
1.      Permanganometri
2.      Dikromatometri
3.      Cerimetri
4.      Iodimetri, iodometri dan iodatometri
5.      Bromometri, bromatometri
6.      Nitrimetri

Terbaginya titrasi ini dikarenakan tidak ada satu senyawa (titran) yang dapat bereaksi dengan semua senyawa oksidator dan reduktor, sehingga diperlukan berbagai senyawa titran.

Karena prinsipnya adalah reaksi redoks, sehingga pastinya akan melibatkan senyawa reduktor dan oksidator, karena titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titran dan analit. Jadi kalau titranya oksidator maka sampelnya reduktor, dan begitu sebaliknya

Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks memegang peran penting.

Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan caramembuat kurva titrasi anatara potensial larutan dengan volume titran (potensiometri), atau dapat juga menggunakan indicator. 

  1. Prinsip Titrasi Redoks

Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan dan pelepasan electron.

Dalam setiap reaksi redoks, jumlah electron yang dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah electron yang ditangkap oleh oksidator.

Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion electron), hubungan reaksi redoks dan perubahan energy adalah sebagai berikut:
·         Reaksi redoks melibatkan perpindahan electron, arus listrik adalah perpindahan electron
·         Reaksi redoks dapat menghasilkan arus listrik (ex.sel galvani)

Persamaan elektrokimia  yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah persamaan Nernst, reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetric bila memenuhi syarat.

Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar  oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi reduksi antara analit dengan titran.

  1. Metode Kerja Titrasi REDOKS
        Cara Melakukan Titrasi REDOKS
1. Zat penitrasi (titran) yang merupakan larutan baku dimasukkan ke dalam buret yang telah ditera
2. Zat yang dititrasi (titrat) ditempatkan pada wadah (gelas kimia atau erlenmeyer).Ditempatkan tepat dibawah buret berisi titran
3. Tambahkan indikator yang sesuai pada titrat, misalnya, indikator kanji
4. Rangkai alat titrasi dengan baik. Buret harus berdiri tegak, wadah titrat tepat dibawah ujung buret, dan tempatkan sehelai kertas putih atau tissu putih di bawah wadah titrat
5. Atur titran yang keluar dari buret (titran dikeluarkan sedikit demi sedikit) sampai larutan di dalam gelas kimia menunjukkan perubahan warna dan diperoleh titik akhir titrasi. Hentikan titrasi!

  1. Contoh Penetapan Kadar Tablet  Vitamin C  dengan titrasi Redoks secara iodimetri
I.                    Tujuan : untuk mengetahui kadar dari tablet vit-C
II.                                    Prinsip : dalam penetapan kadar Vit-C  menggunakan metode Titrimetri  redoks secara iodimetri.
III.                                           Alat dan Bahan :
·         Alat :                                                                     
1.      Beaker glass
2.      Spatula
3.      Erlenmeyer
4.      Tabung reaksi
5.      Buret
6.      Pipet ukur
7.      Pipet volume
8.      kawat

·         Bahan :
1.      iodium 0.05  N lv
2.      Indicator kanji 1%
3.      H2SO4
4.      NaOH

IV.              Dasar Teori :
Tablet Asam askorbat  mengandung asam askorbat  tidak kurang dari 90,0%  dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. 

V.                 Cara Kerja
·         Penetapan Kadar
Timbang dan serbukan tidak kurang dari 20 tablet, timbang seksama sejumlah serbuk yang setara dengan lebih kurang 50 mg asam askorbat, larutkan dalam campuran 100 ml air, dan 25 ml  H2SO4 2 N tambahkan 3 ml kanji LP, titrasi dengan iodium 0,05 N.hingga wana biru tua yang tidak hilang selama 2 menit.

1 ml I2 0,1 N setara dengan 4,946 mg As203

·         Pembakuan Iodium
Timbang seksama lebih kurang 150mg, yg sebelimnya telah dikeringkan pada suhu 1050 c selama 1 jam. campur dengan 20 ml naoh 1N, tambahkan 40 ml air, 2 tetes jigga metal lp, + hcl encer P hingga warna kuning berubah menjadi merah muda, tambahkan 2 g N2HCO3 P, encerkan dengan 50 ml air dan tambahkan 3 ml kanji, titrasi dengan larutan iodium hingga terjadi warna biru yang tidak hilang selama 2 menit.
1 ml I2 0,1 N setara dengan 4,946 mg As203

VI.              Data Pengamatan
·         Penetapan Kadar
No.
Kertas + Sampel
Kertas + Sisa
Bobot sampel
Vol.titran
1.


250 mg
160 mg
90 mg
8,1 ml


2.
230 mg
150 mg
80 mg
10,2 ml





·         Pembakuan iodium
No.
Kertas + Sampel
Kertas + Sisa
Bobot sampel
Vol.titran
1.


285 mg
140 mg
145 mg
40, ml


2.
290 mg
150 mg
140 mg
38,9 ml


VII.          Perhitungan

Pembakuan HCl

N1        = mg. Na2CO3 x N~                                
                           Mg~  x  Vol.titran
                
= 145  x  0.05
                           2,473 x 40
                       
                        = 0,0738N

N2        = mg. Na2CO3 x N~
                           Mg~  x  Vol.titran
                
= 140 x  0.05
                           2,473 x 38,9
                       
                        = 0,0727N

Rata-rata N = 0,0738+0,0727  = 0,0732 N
                                         2


Penetapan Kadar
       %1            = V x N titran x ~sampel x br  x 100%
                                    N~    x    Bu    x  ke
                        = 8,1 ml  x  0.0732  x  4,403  x 99,5 mg x 100%
                                    0.05  x  90 mg     x    50 mg
                       
                        =115, 91 % 
             
    %2   = V x N titran x ~sampel  x br x 100%
                                    N~    x    Bu  x  ke
                        = 10,2 ml  x  0.0732  x  4,403  x  99,5 mg x 100%
                                    0.05  x  80  x  50 mg
                       
                        =130, 67  %
             
Rata-rata % = 115, 91 +130, 67  = 123,29 %
                                         2

VIII.       Pembahasan
Titrasi atau analisa volumetric adalah salah satu cara pemakaian jumlah zat kimia yang yang luas pemakaiannya.Pada dasarnya cara titrimetri ini terdiri dari pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang akan ditentukan.Larutan pereaksi ini biasanya diketahui kepekatannya dengan pasti dan disebut pentitter atau larutan baku.Sedangkan proses pembentukan atau penambahan pentitter ke dalam larutan zat yang akan ditentukan disebut titrasi.
Salah satu jenis reaksi dalam titrasi, dalah reaksi redoks yaitu titrasi suatu larutan standar  oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya
Kesimpulan
Kadar asam askorbat sebesar 123,29%,tidak sesuai dengan pustaka yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%.










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Titrasi atau analisa volumetric adalah salah satu cara pemakaian jumlah zat kimia yang yang luas pemakaiannya.Pada dasarnya cara titrimetri ini terdiri dari pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang akan ditentukan.Larutan pereaksi ini biasanya diketahui kepekatannya dengan pasti dan disebut pentitter atau larutan baku.Sedangkan proses pembentukan atau penambahan pentitter ke dalam larutan zat yang akan ditentukan disebut titrasi.
Salah satu jenis reaksi dalam titrasi, adalah reaksi reaksi redoks yaitu titrasi suatu larutan standar  oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya
Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir titrasi.  Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indicator.
B.     Saran
Penulis berharap Titrasi redoks yang telah disajikan dalam bab pembahasan dapat dijadikan referensi ataupun tambahan wawasan bagi pembaca sehingga dapat membedakannya dan dapat menerapkanya secara tepat dengan tujuan memajukan pendidikan di Indonesia.











DAFTAR PUSTAKA
1.        Dirjen POM.1995. Farmakope Indonesia, Edisi Ke-IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
2.        Susanti, S dan Yeanny Wunas.1995. Analisis Kimia Farmasi Kwantiitatif. Makassar : LEMBAGA PENERBITAN UNHAS.
3.        Khopkar, S.M., (1990), Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta: UI press.
4.        Shevla,G.1990.Vogel I: Buku teks analisis kualitatif makro dan semimikro, edisi V.Jakarta : Kalman Media Pustaka.
5.        Shevla,G.1990.Vogel II: Buku teks analisis kualitatif makro dan semimikro,Edisi V.Jakarta : Kalman Media Pustaka.
6.        Connors,A.Kenneth.1975.Pharmaceutical analysis.USA : Library of congres cataloging
7.        Ketaren, S.1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press
8.        Khamdinal. 2009. Tehnik Laboratorium Kimia. Yogyakarta: Putaka Pelajar
9.        Anonim, 2008. Penuntun Praktikum Kimia Dasar II. Kendari : Universitas Haluoleo.
10.    Harrizul, 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : Erlangga.